Jumat, 25 Mei 2012

TEOLOGI ISLAM


TUGAS REVIEW MATERI DISKUSI
TEOLOGI ISLAM

Dosen Pengampu:
Erik Sabti Rahmawati, M.A., M.Ag





index.jpg





NAMA: RIQQA SOVIANA
NIM: 11220068



JURUSAN HUKUM BISNIS SYARIAH
KELAS HBS B
FAKULTAS SYARIAH
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI MAULANA MALIK IBRAHIM
MALANG


PERTANYAAN

1.        PENGANTAR TEOLOGI
a.       Bagaimana asal-usul sebutan Ilmu Kalam?
b.      Apa saja sebab-sebab berdirinya Ilmu kalam?
c.       Mengapa ulama angkatan lama mengkritik Ilmu Kalam dan mengecamnya?

2.        MURJI’AH
a.       Bagaimana latar belakang kemunculan Murji’ah?
b.      Apa saja ajaran-ajaran pokok Murji’ah?
c.       Apa saja sekte-sekte aliran Murjiah?

3.        KHAWARIJ
a.       Bagaimana awal mula kemunculan Khawarij?
b.      Bagaimana pemikiran Khawarij dalam kategori politik?
c.       Bagaimana pemikiran Khawarij dalam kategori teologi?

4.        QADARIYAH
a. Mengapa Qadariyah menyatakan fahamnya bahwa manusialah yang menciptakan segala perbuatannya?
b.      Bagaimana motif doktrin-doktrin Qadariyah?
c.       Bagaimana awal berakhirnya Qadariyah?

5.        JABBARIYAH
a.       Bagaimana awal mula kemunculan faham Jabbariyah?
b.      Apa alasan Jabbariyah menyatakan fahamnya bahwa manusia mengerjakan perbuatannya dalam keadaan terpaksa?
c.       Mengapa kelompok Jabbariyah memakai ayat dalam surat Ash-Shaffat (37):96 sebagai landasan fahamnya?

JAWABAN

1.        PENGANTAR TEOLOGI
a.    Bagaimana asal-usul sebutan Ilmu Kalam?
Dinamakan ilmu kalam karena yang menjadi pembicaraan dalam ilmu tersebut adalah firman Tuhan, dan dasar-dasarnya adalah dalil-dalil pikiran dan pengaruh dalil-dalilnya dalam pembicaraan para mutakallimin. Dinamakan ilmu kalam juga untuk membedakannya dengan logika dan filsafat.

b.    Apa saja sebab-sebab lahirnya Ilmu Kalam?
Ada dua sebab lahirnya ilmu kalam. Yang pertama, dari dalam Islam, yang mana diawali dengan adanya sejumlah golongan yang mengingkari agama, sehingga dirasa perlu untuk diadakan penyelidikan dan penfilsafatan. Yang kedua, dari luar islam, yaitu adanya para mu’allaf yang mengingat-ingat kembali agama asalnya, dan perlunya penfilsafatan dalam penyiaran islam, dan paling penting yakni untuk mengimbangi lawan yang menggunakan filsafat.

c.     Mengapa ulama angkatan lama mengkritik Ilmu Kalam dan mengecamnya?
Alasan mengapa ulama angkatan lama mengkritik ilmu kalam dan mengecamnya dikarenakan menurut pendapat mereka isi pembicaraan ilmu kalam dalam banyak hal tidak membawa kepuasan hati. Selain itu, kebebasan berpikir dalam mempelajari ilmu kalam sangat membahayakan aqidah islamiyah. Karena itulah, ulama-ulama islam banyak yang membenci teologi islam dan memperingatkan orang agar tidak mendekatinya. Sehingga ada sebuah semboyan dari mereka yang berlebih-lebihan, yaitu; “larilah dari ilmu kalam, seperti engkau lari dari singa.”
Namun pada masa sekarang, keadaan dunia sudah jauh berlainan dengan dunia pada masa lahirnya teologi islam dan masa-masa setelahnya, dan sudah penuh dengan kemajuan-kemajuan dalam berbagai lapangan ilmu pengetahuan. Maka, perlu kiranya teologi islam tetap dipelajari, sebab ilmu tersebut telah berjasa sepanjang sejarahnya. Lagipula, ilmu tersebut dapat membantu penguatan kepercayaan agama dan tuntunan terhadap orang-orang yang masih sesat mengembara dalam keraguan, disinilah teologi islam itu berperan sebagai jalan hidup dalam bidang kepercayaan dan pemecahan problem-problem yang akan dipahami orang.

2.        MURJI’AH
a.    Bagaimana latar belakang kemunculan Murji’ah?
Ada dua teori yang berkembang mengenai asal–usul kemunculan Murji’ah. Teori pertama mengatakan bahwa gagasan irja` atau arja dikembangkan oleh sebagian sahabat dengan tujuan menjamin persatuan dan kesatuan umat Islam ketika terjadi pertikaian politik. Murji’ah baik sebagai kelompok politik maupun teologis, diperkirakan lahir bersamaan dengan kemunculan Syi’ah dan Khawarij. Kelompok ini merupakan musuh berat Khawarij. Teori lain menceritakan bahwa ketika terjadi perseteruan antara Ali dan Muawiyah, dilakukan tahkim ( arbitrase ) atas usulan Amr bin Ash, seorang kaki tangan Muawiyah. Kelompok Ali terpecah menjadi dua kubu, yakni yang pro dan yang kontra. Kelompok yang kontra akhirnya menyatakan keluar dari Ali, yakni kubu Khawarij. Mereka memandang bahwa tahkim bertentangan dengan Al Qur’an, dalam pengertian tidak bertahkim berdasarkan hukum Allah. Oleh karena itu, mereka berpendapat bahwa melakukan tahkim itu dosa besar, dan pelakunya dapat dihukumi kafir sama seperti perbuatan dosa besar lain seperti zina, membunuh tanpa alasan yang benar. Pendapat ini ditentang sekelompok sahabat yang kemudian disebut Murji`ah. Murji`ah mengatakan bahwa pembuat dosa besar tetap mukmin tidak kafir sementara dosanya diserahkan kepada Allah, apakah Dia akan mengampuninya atau tidak.

b.   Apa saja ajaran-ajaran pokok Murji’ah?
Ajaran-ajaran pokok Murjiah, diantaranya; yang pertama, pengakuan iman cukup hanya dalam hati. Jadi pengikut golongan ini tak dituntut membuktikan keimanan dalam perbuatan sehari-hari. Ini merupakan sesuatu yang janggal dan sulit diterima kalangan Murjites sendiri, karena iman dan amal perbuatan dalam Islam merupakan satu kesatuan. Yang kedua, selama meyakini 2 kalimah syahadat, seorang Muslim yang berdosa besar tak dihukum kafir. Hukuman terhadap perbuatan manusia ditangguhkan, artinya hanya Allah yang berhak menjatuhkannya di akhirat.

c.    Apa saja sekte-sekte aliran Murjiah?
         Secara garis besar Murji`ah diklasifikasikan menjadi dua sekte. Yaitu sekte yang moderat dan sekte yang ekstrim. Murji`ah moderat berpendirian bahwa orang yang melakukan dosa besar tetap mukmin, tidak kafir, tidak pula kekal dalam neraka. Mereka akan disiksa sebesar dosanya dan bisa juga diampuni oleh Allah sehingga tidak masuk neraka sama sekali. Iman adalah pengetahuan tentang Tuhan dan Rasul – RasulNya serta apa saja yang datang darinya secara keseluruhan namun dalam garis besar. Iman dalam hal ini tidak bertambah dan tidak pula berkurang. Tak ada perbedaan manusia dalam hal ini. Penggagas pendirian ini adalah Al Hasan Bin Muhammad Bin Abi Thalib, Abu Hanifah, Abu Yusuf, dan beberapa ahli hadits. Sedangkan yang termasuk kelompok Murji`ah Ekstrim adalah:
·           Jahmiyah, kelompok Jahm Bin Shafwan dan para pengikutnya, berpandangan bahwa orang yang percaya kepada Tuhan kemudian menyatakan kekufurannya secara lisan, tidaklah menjadi kafir karena iman dan kufuran itu bertempat di hati bukan pada bagian lain dalam tubuh manusia.
·           Shalihiyah, Kelompok Abu Hasan Al Shalihi, berpendapat bahwa iman adalah mengetahui Tuhan, sedangkan kufur adalah tidak tahu Tuhan. Shalat bukan merupakan ibadah kepada Allah. Yang disebut ibadah adalah iman kepadaNya dalam arti mengetahui Tuhan. Begitu pula zakat, puasa dan haji bukanlah ibadah, melainkan sekedar menggambarkan kepatuhan.
·           Yunusiyah dan Ubaidiyah melontarkan pernyataan bahwa melakukan maksiat atau perbuatan jahat tidaklah merusak iman seseorang. Mati dalam iman, dosa – dosa dan perbuatan – perbuatan jahat yang dikerjakan tidaklah merugikan orang yang bersangkutan. Dalam hal ini Muqatil bin Sulaiman berpendapat bahwa perbuatan jahat banyak atau sedikit, tidak merusak iman seseorang sebagai musyrik.
·           Ghasaniyah menyebutkan bahwa jika seseorang mengatakan, “ Saya tahu Tuhan melarang makan babi, tetapi saya tidak tahu apakah babi yang diharamkan adalah kambing ini,” maka orang tersebut tetap mukmin bukan kafir. Begitu pula yang mengatakan,” Saya tahu Tuhan mewajibkan naik haji ke Ka’bah, tetapi saya tidak tahu apakah Ka’bah di India atau tempat lain.

3.        KHAWARIJ
a.    Bagaimana awal mula kemunculan Khawarij?
Aliran Khawarij adalah salahsatu dari tiga aliran awal dalam pemikiran Islam yang muncul pada saat terjadinya pertentangan politik (imamah) antara pengikut Mu’awiyah dan pengikut Ali, yang kemudian berujung dengan digelarnya upaya perdamaian (Majlis Tahkim). Yang dipertentangkan itu adalah tentang siapakah yang berhak menggantikan khalifah setelah khalifah Utsman bin Affan meninggal. Dua aliran lainnya adalah aliran Murji’ah dan Syi’ah. Aliran Syi’ah adalah gerakan politik dan pemikiran yang setia terhadap Ali bin Abi Thalib, yang memiliki pandangan teologis bahwa ”yang berhak menggantikan kursi kekhalifahan setelah Rasul wafat adalah Ali bin Abi Thalib beserta keturunannya”. Sedangkan, aliran Murj’iah adalah gerakan pemikiran dan politik yang memiliki sikap dan pandangan yang moderat. Yang dimaksud kemoderatan di sini adalah bahwa mereka tidak memihak kepada kelompok Ali maupun Muawiyah, sehingga tidak memutuskan siapa yang ”benar” dan ”salah”, semuanya diserahkan kepada keputusan Allah. Adapun aliran Khawarij adalah gerakan pemikiran dan politik yang menentang adanya majlis tahkim termasuk semua hasil yang diputuskannya. Mereka menganggap, bahwa orang-orang yang mengikuti bahkan menyepakati hasil majlis tahkim itu telah menyimpamg dari ajaran Islam (dosa besar), dan bahkan dihukumkan kafir. Sebenarnya, para pengikut Khawarij adalah pengikut setia Ali bin Abi thalib. ”Mereka keluar” (khawarij) dari barisan Ali, karena persoalan majlis tahkim itu.

b.   Bagaimana pemikiran Khawarij dalam kategori politik?
Diantara pemikiran Khawarij dalam kategori politik adalah; Pertama, Khalifah atau imam harus dipilih secara bebas oleh seluruh umat Islam. Kedua, Khalifah tidak harus berasal dari keturunan Arab. Dengan demikian setiap orang muslim berhak menjadi khalifah apabila sudah memenuhi syarat. Ketiga, Khalifah dipilih secara permanen selama yang bersangkutan bersikap adil dan menjalankan syariat Islam. Ia harus dijatuhkan bahkan dibunuh kalau melakukan kezaliman. Keempat, Khalifah sebelum Ali (Abu Bakar, Umar dan Utsman) adalah sah, tetapi setelah tahun ke tujuh dari masa kekhalifahannya, Utsman r.a. dianggap telah menyeleweng. Kelima, Khalifah Ali adalah sah tetapi setelah terjadi arbitrase (tahkim), ia dianggap telah menyeleweng. Keenam, Muawiyah dan Amr bin Al-Ash serta Abu Musa Al-Asy’ari juga dianggap menyeleweng dan telah menjadi kafir. Ketujuh, pasukan perang Jamal yang melawan Ali juga kafir.

c.    Bagaimana pemikiran Khawarij dalam kategori teologi?
Pemikiran khawarij dalam kategori teologi adalah seseorang yang berdosa besar tidak lagi disebut muslim sehingga harus dibunuh. Parahnya lagi, mereka menganggap bahwa seorang muslim dapat menjadi kafir apabila ia tidak mau membunuh muslim lain yang telah dianggap kafir dengan resiko ia menanggung beban ia harus dilenyapkan pula. Khawarij juga menyatakan pemikirannya akan adanya wa’ad dan wa’id (orang yang baik harus masuk surga sedangkan orang yang jahat harus masuk ke dalam neraka).

4.        QADARIYAH
a.    Mengapa Qadariyah menyatakan fahamnya bahwa manusialah yang menciptakan segala perbuatannya?
Alasan Qadariyah menyatakan fahamnya bahwa manusialah yang menciptakan segala perbuatannya disebabkan sebuah ayat dalam Al-Qur’an yang menjadi landasan mereka, yakni dalam surat Ar-Ra’d ayat 11, yang menyatakan bahwa Allah tidak akan mengubah keadaan suatu bangsa kecuali jika bangsa itu mengubah keadaan diri mereka sendiri. Mereka menafsirkan ayat tersebut bahwasanya Allah tidak mampu dan tidak menciptakan perbuatan mereka, serta tidak mengetahui sesuatupun dari perbuatan mereka hingga itu terjadi. sehingga, timbullah pemahaman bahwa manusialah yang menciptakan segala perbuatannya. Dengan kata lain, mereka mengklaim bahwa Allah hanya menciptakan badan, tidak menciptakan perbuatan. Dan pengakuan seperti itulah yang menjadikan mereka kafir.

b.   Bagaimana motif doktrin-doktrin Qadariyah?
Harun Nasution menjelaskan pendapat Ghailan tentang doktrin Qadariyah bahwa manusia berkuasa atas perbuatan-perbuatannya. Mansuia sendiri yang melakukan atau menjauhi perbuatan dayanya sendiri. Salah seorang pemuka Qadariyah yang lain , An-Nazzam , mengemukakan bahwa manusia hidup mempunyai daya dan ia berkuasa atas segala perbuatannya.
Dari beberapa penjelasan diatas ,dapat di pahami bahwa segala tingkah laku manusia dilakukan atas kehendaknya sendiri. Manusia mempunyai kewenangan untuk melakukan segala perbuatan atas kehendaknya sendiri, baik berbuat baik maupun berbuat jahat. Oleh karena itu, ia berhak mendapatkan pahala atas kebaikan yang dilakukannya dan juga berhak mendapatkan pahala atas kebaikan yang dilakukannya dan juga berhak pula memproleh hukuman atas kejahatan yang diperbuatnya.
Seseorang diberi ganjaran baik dengan balasan surga kelak di akhirat dan diberi ganjaran siksa dengan balasan neraka kelak di akhirat,itu berdasarkan pilihan pribadinya sendiri ,bukan akhir Tuhan.Sungguh tidak pantas,manusia menerima siksaan atau tindakan salah yang dilakukan bukan atas keinginan dan kemampuannya sendiri.
c.    Bagaimana awal berakhirnya Qadariyah?
Paham Qadariyah mulai surut secara perlahan seiring dengan gencarnya tekanan dari para imam kaum muslimin untuk menghancurkan mereka semua. Banyak pemimpin mereka yang mulai terbunuh, sehingga pengikutnya hanya bisa berdiam diri dan bersembunyi di dalam rumah mereka seperti mayit dalam kuburnya Karena tekut dibunuh dengan cara dipancung, sebagaimana yang diinginkan para khalifah yang menginginkan hukum Allah ditegakkan kepada mereka.

5.        JABBARIYAH
a.    Bagaimana awal mula kemunculan faham Jabbariyah?
Pendapat jabariah diterapkan di masa kerajaan Ummayyah (660-750 M), yakni di masa keadaan keamanan sudah pulih dengan tercapainya perjanjian antara Muawiyah dengan Hasan bin Ali bin Abu Thalib, yang tidak mampu lagi menghadapi kekuatan Muawiyah. Maka Muawiyah mencari jalan untuk memperkuat kedudukannya. Di sini ia bermain politik yang licik. Ia ingin memasukkan di dalam pikiran rakyat bahwa pengangkatannya sebagai kepala negara dan memimpin ummat Islam adalah berdasarkan "Qadha dan Qadar/ketentuan dan keputusan Allah semata" dan tidak ada unsur manusia yang terlibat di dalamnya. Dari situlah awal mula kemunculan faham Jabbariyah.

b.   Apa alasan Jabbariyah menyatakan fahamnya bahwa manusia mengerjakan segala perbuatannya dalam keadaan terpaksa?
Pernyataan faham Jabbariyah bahwa manusia yang mengerjakan segala perbuatannya dalam keadaan terpaksa adalah berlandaskan beberapa ayat dalam Al-Qur’an, yaitu yang pertama, surat Al-An’am ayat 111, yang artinya: “Mereka sebenarnya tidak percaya sekiranya Allah tidak menghendaki.” Yang kedua, surat Ash-Shaffat ayat 96, yang artinya: “Allah menciptakan kamu dan apa yang kamu perbuat.” Yang ketiga, surat Al-Anfal ayat 17, yang artinya: “bukanlah engkau yang melontar ketika melontar (musuh), tetapi Allah-lah yang melontar mereka.” Yang keempat, surat An-Nisa’ ayat 30, yang artinya: “Kami tidak menghendaki, kecuali Allah menghendakinya.” Dari semua ayat di atas, Jabbariyah menyimpulkan bahwa segala sesuatu merupakan perbuatan Allah, dalam artian mereka tidak memiliki andil untuk melakukan atau meninggalkan perbuatannya. Hal itu terjadi karena mereka (Jabbariyah) memandang suatu ayat secara tekstualnya saja. Padahal, penafsiran dari keempat ayat di atas sangatlah luas, sehingga tidak cukup kiranya bila hanya dipahami sekilas seperti yang mereka lakukan. Dengan demikian, mereka mengingkari perbuatan manusia dan kehendaknya.

c.    Mengapa kelompok Jabbariyah memakai ayat dalam surat Ash-Shaffat (37):96 sebagai landasan fahamnya?
Dalam surat Ash-Shaffat ayat 96, dinyatakan bahwa Allah menciptakan manusia dan apa yang manusia perbuat. Dalam ayat ini, jabbariyah hanya memahami secara tekstual, sehingga yang menjadi pemahaman mereka adalah bahwa manusia tidak memiliki kemampuan dalam melakukan perbuatannya atau melakukan perbuatannya selalu dalam keadaan terpaksa, karena Allah-lah yang menciptakan semua yang mereka perbuat di dunia ini tanpa adanya upaya untuk menolaknya. Dari mereka pun banyak yang mengelak saat para ulama mengkritik faham mereka, hingga mereka benar-benar berada di ujung kesesatan.