TUGAS REVIEW MATERI DISKUSI
TEOLOGI ISLAM
Dosen Pengampu:
Erik Sabti Rahmawati, M.A., M.Ag
NAMA: RIQQA SOVIANA
NIM: 11220068
JURUSAN HUKUM BISNIS SYARIAH
KELAS HBS B
FAKULTAS SYARIAH
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI MAULANA
MALIK IBRAHIM
MALANG
PERTANYAAN
1.
PENGANTAR
TEOLOGI
a. Bagaimana
asal-usul sebutan Ilmu Kalam?
b. Apa
saja sebab-sebab berdirinya Ilmu kalam?
c. Mengapa
ulama angkatan lama mengkritik Ilmu Kalam dan mengecamnya?
2.
MURJI’AH
a. Bagaimana
latar belakang kemunculan Murji’ah?
b. Apa
saja ajaran-ajaran pokok Murji’ah?
c. Apa
saja sekte-sekte aliran Murjiah?
3.
KHAWARIJ
a. Bagaimana
awal mula kemunculan Khawarij?
b. Bagaimana
pemikiran Khawarij dalam kategori politik?
c. Bagaimana
pemikiran Khawarij dalam kategori teologi?
4.
QADARIYAH
a. Mengapa
Qadariyah menyatakan fahamnya bahwa manusialah yang menciptakan segala
perbuatannya?
b. Bagaimana
motif doktrin-doktrin Qadariyah?
c. Bagaimana
awal berakhirnya Qadariyah?
5.
JABBARIYAH
a.
Bagaimana awal mula
kemunculan faham Jabbariyah?
b.
Apa alasan
Jabbariyah menyatakan fahamnya bahwa manusia mengerjakan perbuatannya dalam
keadaan terpaksa?
c.
Mengapa kelompok
Jabbariyah memakai ayat dalam surat Ash-Shaffat (37):96 sebagai landasan
fahamnya?
JAWABAN
1.
PENGANTAR
TEOLOGI
a. Bagaimana asal-usul sebutan Ilmu Kalam?
Dinamakan
ilmu kalam karena yang menjadi pembicaraan dalam ilmu tersebut adalah firman
Tuhan, dan dasar-dasarnya adalah dalil-dalil pikiran dan pengaruh
dalil-dalilnya dalam pembicaraan para mutakallimin. Dinamakan ilmu kalam juga
untuk membedakannya dengan logika dan filsafat.
b. Apa saja sebab-sebab lahirnya Ilmu Kalam?
Ada
dua sebab lahirnya ilmu kalam. Yang pertama, dari dalam Islam, yang mana
diawali dengan adanya sejumlah golongan yang mengingkari agama, sehingga dirasa
perlu untuk diadakan penyelidikan dan penfilsafatan. Yang kedua, dari luar
islam, yaitu adanya para mu’allaf yang mengingat-ingat kembali agama asalnya,
dan perlunya penfilsafatan dalam penyiaran islam, dan paling penting yakni
untuk mengimbangi lawan yang menggunakan filsafat.
c. Mengapa ulama angkatan lama mengkritik Ilmu Kalam
dan mengecamnya?
Alasan
mengapa ulama angkatan lama mengkritik ilmu kalam dan mengecamnya dikarenakan
menurut pendapat mereka isi pembicaraan ilmu kalam dalam banyak hal tidak
membawa kepuasan hati. Selain itu, kebebasan berpikir dalam mempelajari ilmu
kalam sangat membahayakan aqidah islamiyah. Karena itulah, ulama-ulama islam
banyak yang membenci teologi islam dan memperingatkan orang agar tidak
mendekatinya. Sehingga ada sebuah semboyan dari mereka yang berlebih-lebihan,
yaitu; “larilah dari ilmu kalam, seperti engkau lari dari singa.”
Namun
pada masa sekarang, keadaan dunia sudah jauh berlainan dengan dunia pada masa
lahirnya teologi islam dan masa-masa setelahnya, dan sudah penuh dengan
kemajuan-kemajuan dalam berbagai lapangan ilmu pengetahuan. Maka, perlu kiranya
teologi islam tetap dipelajari, sebab ilmu tersebut telah berjasa sepanjang
sejarahnya. Lagipula, ilmu tersebut dapat membantu penguatan kepercayaan agama dan
tuntunan terhadap orang-orang yang masih sesat mengembara dalam keraguan, disinilah
teologi islam itu berperan sebagai jalan hidup dalam bidang kepercayaan dan
pemecahan problem-problem yang akan dipahami orang.
2.
MURJI’AH
a. Bagaimana latar belakang kemunculan Murji’ah?
Ada dua teori yang berkembang
mengenai asal–usul kemunculan Murji’ah. Teori pertama mengatakan bahwa gagasan
irja` atau arja dikembangkan oleh sebagian sahabat dengan tujuan menjamin
persatuan dan kesatuan umat Islam ketika terjadi pertikaian politik. Murji’ah
baik sebagai kelompok politik maupun teologis, diperkirakan lahir bersamaan
dengan kemunculan Syi’ah dan Khawarij. Kelompok ini merupakan musuh berat
Khawarij. Teori lain menceritakan bahwa ketika
terjadi perseteruan antara Ali dan Muawiyah, dilakukan tahkim ( arbitrase )
atas usulan Amr bin Ash, seorang kaki tangan Muawiyah. Kelompok Ali terpecah
menjadi dua kubu, yakni yang pro dan yang kontra. Kelompok yang kontra akhirnya
menyatakan keluar dari Ali, yakni kubu Khawarij. Mereka memandang bahwa tahkim
bertentangan dengan Al Qur’an, dalam pengertian tidak bertahkim berdasarkan
hukum Allah. Oleh karena itu, mereka berpendapat bahwa melakukan tahkim itu
dosa besar, dan pelakunya dapat dihukumi kafir sama seperti perbuatan dosa
besar lain seperti zina, membunuh tanpa alasan yang benar. Pendapat ini
ditentang sekelompok sahabat yang kemudian disebut Murji`ah. Murji`ah
mengatakan bahwa pembuat dosa besar tetap mukmin tidak kafir sementara dosanya
diserahkan kepada Allah, apakah Dia akan mengampuninya atau tidak.
b. Apa saja ajaran-ajaran pokok Murji’ah?
Ajaran-ajaran pokok Murjiah,
diantaranya; yang pertama, pengakuan iman cukup hanya dalam hati. Jadi
pengikut golongan ini tak dituntut membuktikan keimanan dalam perbuatan
sehari-hari. Ini merupakan sesuatu yang janggal dan sulit diterima kalangan
Murjites sendiri, karena iman dan amal perbuatan dalam Islam merupakan satu
kesatuan. Yang kedua, selama meyakini 2 kalimah syahadat, seorang Muslim
yang berdosa besar tak dihukum kafir. Hukuman terhadap perbuatan manusia
ditangguhkan, artinya hanya Allah yang berhak menjatuhkannya di akhirat.
c. Apa saja sekte-sekte aliran Murjiah?
Secara garis besar Murji`ah
diklasifikasikan menjadi dua sekte. Yaitu sekte yang moderat dan sekte yang
ekstrim. Murji`ah moderat berpendirian bahwa orang yang melakukan dosa besar
tetap mukmin, tidak kafir, tidak pula kekal dalam neraka. Mereka akan disiksa
sebesar dosanya dan bisa juga diampuni oleh Allah sehingga tidak masuk neraka
sama sekali. Iman adalah pengetahuan tentang Tuhan dan Rasul – RasulNya serta
apa saja yang datang darinya secara keseluruhan namun dalam garis besar. Iman
dalam hal ini tidak bertambah dan tidak pula berkurang. Tak ada perbedaan
manusia dalam hal ini. Penggagas pendirian ini adalah Al Hasan Bin Muhammad Bin
Abi Thalib, Abu Hanifah, Abu Yusuf, dan beberapa ahli hadits. Sedangkan yang termasuk kelompok
Murji`ah Ekstrim adalah:
·
Jahmiyah,
kelompok Jahm Bin Shafwan dan para pengikutnya, berpandangan bahwa orang yang
percaya kepada Tuhan kemudian menyatakan kekufurannya secara lisan, tidaklah
menjadi kafir karena iman dan kufuran itu bertempat di hati bukan pada bagian
lain dalam tubuh manusia.
·
Shalihiyah, Kelompok Abu Hasan Al Shalihi, berpendapat bahwa iman
adalah mengetahui Tuhan, sedangkan kufur adalah tidak tahu Tuhan. Shalat bukan
merupakan ibadah kepada Allah. Yang disebut ibadah adalah iman kepadaNya dalam
arti mengetahui Tuhan. Begitu pula zakat, puasa dan haji bukanlah ibadah,
melainkan sekedar menggambarkan kepatuhan.
·
Yunusiyah dan Ubaidiyah melontarkan pernyataan bahwa melakukan
maksiat atau perbuatan jahat tidaklah merusak iman seseorang. Mati dalam iman,
dosa – dosa dan perbuatan – perbuatan jahat yang dikerjakan tidaklah merugikan
orang yang bersangkutan. Dalam hal ini Muqatil bin Sulaiman berpendapat bahwa
perbuatan jahat banyak atau sedikit, tidak merusak iman seseorang sebagai
musyrik.
·
Ghasaniyah menyebutkan bahwa jika seseorang mengatakan, “ Saya tahu
Tuhan melarang makan babi, tetapi saya tidak tahu apakah babi yang diharamkan
adalah kambing ini,” maka orang tersebut tetap mukmin bukan kafir. Begitu pula
yang mengatakan,” Saya tahu Tuhan mewajibkan naik haji ke Ka’bah, tetapi saya
tidak tahu apakah Ka’bah di India atau tempat lain.
3.
KHAWARIJ
a. Bagaimana awal mula kemunculan Khawarij?
Aliran
Khawarij adalah salahsatu dari tiga aliran awal dalam pemikiran Islam yang
muncul pada saat terjadinya pertentangan politik (imamah) antara pengikut
Mu’awiyah dan pengikut Ali, yang kemudian berujung dengan digelarnya upaya
perdamaian (Majlis Tahkim). Yang dipertentangkan itu adalah tentang siapakah
yang berhak menggantikan khalifah setelah khalifah Utsman bin Affan meninggal.
Dua aliran lainnya adalah aliran Murji’ah dan Syi’ah. Aliran Syi’ah adalah
gerakan politik dan pemikiran yang setia terhadap Ali bin Abi Thalib, yang
memiliki pandangan teologis bahwa ”yang berhak menggantikan kursi kekhalifahan
setelah Rasul wafat adalah Ali bin Abi Thalib beserta keturunannya”. Sedangkan,
aliran Murj’iah adalah gerakan pemikiran dan politik yang memiliki sikap dan
pandangan yang moderat. Yang dimaksud kemoderatan di sini adalah bahwa mereka
tidak memihak kepada kelompok Ali maupun Muawiyah, sehingga tidak memutuskan
siapa yang ”benar” dan ”salah”, semuanya diserahkan kepada keputusan Allah.
Adapun aliran Khawarij adalah gerakan pemikiran dan politik yang menentang
adanya majlis tahkim termasuk semua hasil yang diputuskannya. Mereka
menganggap, bahwa orang-orang yang mengikuti bahkan menyepakati hasil majlis
tahkim itu telah menyimpamg dari ajaran Islam (dosa besar), dan bahkan
dihukumkan kafir. Sebenarnya, para pengikut Khawarij adalah pengikut setia Ali
bin Abi thalib. ”Mereka keluar” (khawarij) dari barisan Ali, karena persoalan
majlis tahkim itu.
b. Bagaimana pemikiran Khawarij dalam kategori politik?
Diantara pemikiran Khawarij dalam
kategori politik adalah; Pertama, Khalifah atau imam harus dipilih secara
bebas oleh seluruh umat Islam. Kedua, Khalifah tidak harus berasal dari
keturunan Arab. Dengan demikian setiap orang muslim berhak menjadi khalifah
apabila sudah memenuhi syarat. Ketiga, Khalifah dipilih secara permanen
selama yang bersangkutan bersikap adil dan menjalankan syariat Islam. Ia harus
dijatuhkan bahkan dibunuh kalau melakukan kezaliman. Keempat, Khalifah
sebelum Ali (Abu Bakar, Umar dan Utsman) adalah sah, tetapi setelah tahun ke
tujuh dari masa kekhalifahannya, Utsman r.a. dianggap telah menyeleweng. Kelima,
Khalifah Ali adalah sah tetapi setelah terjadi arbitrase (tahkim), ia dianggap
telah menyeleweng. Keenam, Muawiyah dan Amr bin Al-Ash serta Abu Musa
Al-Asy’ari juga dianggap menyeleweng dan telah menjadi kafir. Ketujuh, pasukan
perang Jamal yang melawan Ali juga kafir.
c. Bagaimana pemikiran Khawarij dalam kategori teologi?
Pemikiran khawarij dalam kategori
teologi adalah seseorang yang berdosa besar tidak lagi disebut muslim sehingga
harus dibunuh. Parahnya lagi, mereka menganggap bahwa seorang muslim dapat
menjadi kafir apabila ia tidak mau membunuh muslim lain yang telah dianggap
kafir dengan resiko ia menanggung beban ia harus dilenyapkan pula. Khawarij
juga menyatakan pemikirannya akan adanya wa’ad dan wa’id (orang
yang baik harus masuk surga sedangkan orang yang jahat harus masuk ke dalam
neraka).
4.
QADARIYAH
a. Mengapa Qadariyah menyatakan fahamnya bahwa
manusialah yang menciptakan segala perbuatannya?
Alasan
Qadariyah menyatakan fahamnya bahwa manusialah yang menciptakan segala perbuatannya
disebabkan sebuah ayat dalam Al-Qur’an yang menjadi landasan mereka, yakni
dalam surat Ar-Ra’d ayat 11, yang menyatakan bahwa Allah tidak akan mengubah
keadaan suatu bangsa kecuali jika bangsa itu mengubah keadaan diri mereka
sendiri. Mereka menafsirkan ayat tersebut bahwasanya Allah tidak mampu dan
tidak menciptakan perbuatan mereka, serta tidak mengetahui sesuatupun dari
perbuatan mereka hingga itu terjadi. sehingga, timbullah pemahaman bahwa
manusialah yang menciptakan segala perbuatannya. Dengan kata lain, mereka
mengklaim bahwa Allah hanya menciptakan badan, tidak menciptakan perbuatan. Dan
pengakuan seperti itulah yang menjadikan mereka kafir.
b. Bagaimana motif doktrin-doktrin Qadariyah?
Harun
Nasution menjelaskan pendapat Ghailan tentang doktrin Qadariyah bahwa manusia
berkuasa atas perbuatan-perbuatannya. Mansuia sendiri yang melakukan atau
menjauhi perbuatan dayanya sendiri. Salah seorang pemuka Qadariyah yang lain ,
An-Nazzam , mengemukakan bahwa manusia hidup mempunyai daya dan ia berkuasa atas
segala perbuatannya.
Dari
beberapa penjelasan diatas ,dapat di pahami bahwa segala tingkah laku manusia
dilakukan atas kehendaknya sendiri. Manusia mempunyai kewenangan untuk melakukan
segala perbuatan atas kehendaknya sendiri, baik berbuat baik maupun berbuat
jahat. Oleh karena itu, ia berhak mendapatkan pahala atas kebaikan yang
dilakukannya dan juga berhak mendapatkan pahala atas kebaikan yang dilakukannya
dan juga berhak pula memproleh hukuman atas kejahatan yang diperbuatnya.
Seseorang diberi ganjaran baik dengan balasan surga kelak di akhirat dan diberi ganjaran siksa dengan balasan neraka kelak di akhirat,itu berdasarkan pilihan pribadinya sendiri ,bukan akhir Tuhan.Sungguh tidak pantas,manusia menerima siksaan atau tindakan salah yang dilakukan bukan atas keinginan dan kemampuannya sendiri.
Seseorang diberi ganjaran baik dengan balasan surga kelak di akhirat dan diberi ganjaran siksa dengan balasan neraka kelak di akhirat,itu berdasarkan pilihan pribadinya sendiri ,bukan akhir Tuhan.Sungguh tidak pantas,manusia menerima siksaan atau tindakan salah yang dilakukan bukan atas keinginan dan kemampuannya sendiri.
c. Bagaimana awal berakhirnya Qadariyah?
Paham Qadariyah mulai surut secara
perlahan seiring dengan gencarnya tekanan dari para imam kaum muslimin untuk
menghancurkan mereka semua. Banyak pemimpin mereka yang mulai terbunuh,
sehingga pengikutnya hanya bisa berdiam diri dan bersembunyi di dalam rumah
mereka seperti mayit dalam kuburnya Karena tekut dibunuh dengan cara dipancung,
sebagaimana yang diinginkan para khalifah yang menginginkan hukum Allah
ditegakkan kepada mereka.
5.
JABBARIYAH
a.
Bagaimana
awal mula kemunculan faham Jabbariyah?
Pendapat jabariah
diterapkan di masa kerajaan Ummayyah (660-750 M), yakni di masa keadaan
keamanan sudah pulih dengan tercapainya perjanjian antara Muawiyah dengan Hasan
bin Ali bin Abu Thalib, yang tidak mampu lagi menghadapi kekuatan Muawiyah.
Maka Muawiyah mencari jalan untuk memperkuat kedudukannya. Di sini ia bermain
politik yang licik. Ia ingin memasukkan di dalam pikiran rakyat bahwa
pengangkatannya sebagai kepala negara dan memimpin ummat Islam adalah
berdasarkan "Qadha dan Qadar/ketentuan dan keputusan Allah semata"
dan tidak ada unsur manusia yang terlibat di dalamnya. Dari situlah awal mula
kemunculan faham Jabbariyah.
b.
Apa
alasan Jabbariyah menyatakan fahamnya bahwa manusia mengerjakan segala perbuatannya
dalam keadaan terpaksa?
Pernyataan
faham Jabbariyah bahwa manusia yang mengerjakan segala perbuatannya dalam
keadaan terpaksa adalah berlandaskan beberapa ayat dalam Al-Qur’an, yaitu yang
pertama, surat Al-An’am ayat 111, yang artinya: “Mereka sebenarnya tidak
percaya sekiranya Allah tidak menghendaki.” Yang kedua, surat Ash-Shaffat
ayat 96, yang artinya: “Allah menciptakan kamu dan apa yang kamu perbuat.”
Yang ketiga, surat Al-Anfal ayat 17, yang artinya: “bukanlah engkau yang
melontar ketika melontar (musuh), tetapi Allah-lah yang melontar mereka.”
Yang keempat, surat An-Nisa’ ayat 30, yang artinya: “Kami tidak menghendaki,
kecuali Allah menghendakinya.” Dari semua ayat di atas, Jabbariyah
menyimpulkan bahwa segala sesuatu merupakan perbuatan Allah, dalam artian
mereka tidak memiliki andil untuk melakukan atau meninggalkan perbuatannya. Hal
itu terjadi karena mereka (Jabbariyah) memandang suatu ayat secara tekstualnya
saja. Padahal, penafsiran dari keempat ayat di atas sangatlah luas, sehingga
tidak cukup kiranya bila hanya dipahami sekilas seperti yang mereka lakukan.
Dengan demikian, mereka mengingkari perbuatan manusia dan kehendaknya.
c.
Mengapa
kelompok Jabbariyah memakai ayat dalam surat Ash-Shaffat (37):96 sebagai
landasan fahamnya?
Dalam
surat Ash-Shaffat ayat 96, dinyatakan bahwa Allah menciptakan manusia dan apa
yang manusia perbuat. Dalam ayat ini, jabbariyah hanya memahami secara
tekstual, sehingga yang menjadi pemahaman mereka adalah bahwa manusia tidak
memiliki kemampuan dalam melakukan perbuatannya atau melakukan perbuatannya
selalu dalam keadaan terpaksa, karena Allah-lah yang menciptakan semua yang
mereka perbuat di dunia ini tanpa adanya upaya untuk menolaknya. Dari mereka
pun banyak yang mengelak saat para ulama mengkritik faham mereka, hingga mereka
benar-benar berada di ujung kesesatan.